Pembeli Beritikad Baik Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Beritikad Baik Dalam Sengketa Perdata Berobyek Tanah1. Pengertian Pembelian Beritikad Baik 1. Menurut KUH PerdataMenurut hemat kami, frasa “itikad baik” yang dimaksud dalam doktrin “pembeli beritikad baik harus dilindungi oleh undang-undang” merupakan asas itikad baik yang memiliki kesamaan fungsi dalam hukum benda, di mana bezit (kedudukan berkuasa) yang diperoleh dengan itikad baik harus dilindungi oleh Undang-Undang. Jual beli, sebagaimana hibah atau pembebanan hak jaminan kebendaan, pada dasarnya merupakan suatusarana untuk mengalihkan hak kebendaan, di mana pihak penerimanya kemudian menjadi berkuasa atas benda terkait. Begitu pula halnya dengan pembeli, dia memperoleh hak kebendaan melalui transaksi jual beli yang dilakukannya.Perlindungan hukum terhadap Pembeli Beritikad Baik, dengan demikian,pada dasarnya adalah perlindungan hukum yang diberikan kepada Pembeli, karena dia memperoleh hak kebendaan dengan didasari itikad baik. Artinya, ia tidak mengetahui cacat atau cela dari (proses perolehan) barang tersebut, sebagaimana diatur di dalam Pasal 531 KUH Perdata.“Besit dalam itikad baik terjadi bila pemegang besit memperoleh barangitu dengan mendapatkan hak milik tanpa mengetahui adanya cacat cela didalamnya.” (Pasal 531 KUH Perdata)Perlindungan ini diberikan, sekalipun penjual bukanlah orang yang berhakuntuk mengalihkan hak kebendaan tersebut kepada Pembeli sebagaimanayang diatur dalam Pasal 551 KUH Perdata.139 Sehingga, Pembeli Beritikad Baik mendapatkan perlindungan atas hubungan hukum antara pemeganghak kebendaan dengan bendanya (hak absolut).“Tuntutan seperti itu [mempertahankan besit di hadapan hakim, dalam halbesitnya terganggu, red.] juga boleh diajukan sekalipun besit itu diperoleh dari seseorang yang tidak cakap menurut hukum untuk memindahtangankan barang tersebut.” (Pasal 551 KUH Perdata)139 Rahmadi Usman, Op.Cit, hlm. 165TINJAUAN PERATURAN 89 Menurut Subekti, bezit merupakan suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaan sendiri, keadaan mana oleh hukum diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas bendaitu sebenarnya ada pada siapa.140 Meskipun masih belum jelas siapa pemiliksah suatu hak kebendaan, tetapi orang yang menguasai hak kebendaan tersebut mendapatkan jaminan perlindungan hukum. Dalam hal ini,seseorang dianggap seolah-olah sebagai pemilik dari benda yang berada pada kekuasaannya. Sementara menurut Rahmadi Usman, pengertian bezitmendekati atau hampir sama dengan pengertian eigendom (hak milik). Bedanya dengan eigendom, eigendom menunjukkan suatu hubungan hukum dengan pemiliknya, sedangkan bezit menunjukkan hubungan nyata antara pemegang bezit dengan bendanya.141 Bezit pada dasarnya memiliki dua fungsi, yaitu fungsi politioneel dan fungsizakenrechtelijk. Setiap pemegang bezit mendapatkan perlindungan hukum dari setiap penganggu yang mencoba untuk mengambil hak kebendaan yang secara nyata ia kuasai. Fungsi politioneel memberikan perlindunganhukum terhadap bezit berdasarkan keadaan nyata, tanpa mempersoalkan hak milik atas benda tersebut sebenarnya milik siapa.142 Sedangkan fungsi zakenrechtelijk mengandung arti bahwa setelah beberapa waktu tertentu keadaan kenyataan itu berjalan tanpa adanya protes dari pemilik yang sebelumnya, maka keadaan kenyataan itu akan barulah menjadi hak, yaitu yang tadinya bezit itu akan berubah menjadi lembaga hak milik dengan adanya verjaring (daluwarsa).143 Perlindungan hukum tidak hanya diberikan kepada bezit beritikad baik, bahkan bezit dengan itikad buruk juga mendapatkan perlindungan. Seseorang yang menguasai hak kebendaan dinyatakan sebagai bezit beritikad buruk, apabila ia mengetahui benda yang ia kuasai merupakan benda milik orang lain. “Besit dalam itikad buruk terjadi bila pemegangnya mengetahui, bahwa barang yang dipegangnya bukanlah hak miliknya. Bila pemegang besitdigugat di muka Hakim dan dalam hal ini dikalahkan, maka ia dianggap beritikad buruk sejak perkara diajukan”. (Pasal 532 KUH Perdata) 140 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1985. hlm. 63 141 Rahmadi Usman, Loc.Cit, hlm. 141 142 Ibid, hlm 160 143 Ibid2 . PENJELASAN HUKUM PEMBELI BERITIKAD BAIKNamun, terkait adanya itikad buruk ini, menurut KUH Perdata pemegangbezit tak akan dapat memperoleh hak milik atas tanah yang dikuasainya melalui lembaga daluwarsa, meskipun dengan lewatnya waktu dia mungkinsaja berlindung dibalik hapusnya tuntutan hukum. “Semua tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yangbersifat perorangan, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu tigapuluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya lewat waktu itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk.” (Pasal 1967 KUH Perdata)Dengan demikian, unsur mengetahui keabsahan hak milik yang diperolehnya merupakan unsur yang membedakan antara bezit beritikad baik denganbezit beritikad buruk. Dan, pada prinsipnya, semua pemegang bezit akan dianggap sebagai pemegang bezit beritikad baik, sampai kemudian dapatdibuktikan sebaliknya (melalui Pengadilan). “Pemegang besit harus selalu dianggap beritikad baik barangsiapamenuduhnya beritikad buruk, harus membuktikannya.” (Pasal 533 KUHPerdata) Pasal ini dengan sendirinya mengatur tentang beban pembuktian dari seorang “penganggu” penguasaan hak kebendaan (kata “pengganggu” disini belum tentu berkonotasi negatif, karena bisa jadi dia (ternyata) justrupemegang hak milik yang sah). Bagaimanapun, pihak yang mengganggu harus membuktikan di depan Hakim bahwa pemegang bezit terkait merupakan pemegang bezit beritikad buruk, dengan mengajukan bukti bahwa orang tersebut sebenarnya telah mengetahui bahwa dia memperoleh benda yang menjadi objek perkara tidak secara sah. Selama penganggu ini tidak dapat membuktikan adanya unsur mengetahui adanya cacat bendatersebut pada pembeli, maka pihak yang menguasai benda terkait tetap harus dianggap sebagai pemegang bezit beritikad baik.Perlindungan Pembeli Beritikad Baik dalam jual beli tanah diberikan karena tanah dianggap sebagai benda tidak bergerak karena sifatnya. Peralihan hak atas tanah tidak sekedar peralihan nyata, tetapi harus dilakukan dengan melakukan balik nama. Untuk dapat melakukan balik nama dari Penjual dan Pembeli, maka Penjual haruslah orang yang berhak untuk melakukan perbuatan hukum atas tanah tersebut. Dengan sendirinya, perlindungan.3. TINJAUAN PERATURANpembeli beritikad baik karena ia tidak mengetahui cacat atau cela atas barang yang menjadi objek jual beli.Menurut UUPAPasca diberlakukannya UUPA, pasal-pasal yang mengatur hubungan hukumberobjek tanah dengan sendirinya dinyatakan tidak berlaku, termasuk perjanjian jual beli yang diatur dalam Buku III KUH Perdata, karena pasal tersebut digunakan untuk mengatur hubungan hukum dengan objek jual beli tanah. UUPA secara tegas memberlakukan hukum adat sebagai hukumyang berlaku untuk setiap hubungan hukum mengenai tanah.144 Hukum adat diberlakukan dalam perjanjian jual beli ini, karena jual beli tanah termasuk salah satu perbuatan hukum yang diatur dalam hukum adat. Sehingga, setiap perjanjian jual beli dengan obyek tanah harus tunduk pada hukum adat.Menurut Soerjono Soekanto, jual beli tanah adalah suatu perbuatanpemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang, berarti bahwa perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut, sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai, berarti perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak.145 Transaksi atas tanah jenis ini disebut sebagai transaksi perbuatan hukum bersifat duapihak (tweezijdige rechtshandeling) yang pada intinya transaksi dilakukan untuk melakukan pengoperan, penyerahan dengan pembayaran kontan. Pemberlakuan KUH Perdata hanya terhadap perkara-perkara yang tidak ada aturannya di dalam UUPA atau hukum adat. Dalam kondisi ini, para pihak diperkenankan untuk memberlakukan KUH Perdata (lihat Pasal Peralihan Umum dalam UUPA).145 Soerjono Soekanto, Menindjau Hukum Adat Indonesia, Penerbit Seoroengan, Jakarta, 1958, hlm. 189. 146 Ibid. hlm. 86., Menindjau Hukum Adat Indonesia, Soeroengan, Djakarta, 1958, hlm. 86. Bentuk-bentuk jual beli atas tanah menurut hukum adat:1. Jual Lepas: proses pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai, dimana semua ikatan bekas Penjual dengan tanahanya menjadi lepas sama sekali;2. Jual gadai: suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah kepada pihak lain yang dilakukan secara terang dan tunai sedemikian rupa sehingga pihak yang melakukan pemindahan hak mempunyai hak untuk menebus kembali tanah tersebut;3. Jual tahunan: perilaku hukum yang berisikan penyerahan hak atas sebidang tanah tertentu kepada subjek hukum lain, dengan menerima sejumlah uang tertentu dengan ketentuan bahwa sesudah jangka waktu tertentu, maka tanah tersebut akan kembali dengan sendirinya tanpa melalui perilaku hukum tertentu;4. Jual gangsur: walaupun sudah terjadi pemindahanatas tanah kepada Pembeli, akan tetapi tanah masih tetap berada di tangan Penjual, artinyaPenjual masih tetap mempunyai hak pakai, yang bersumber dari ketentuan yang disepakatioleh Penjual dengan Pembeli.PENJELASAN HUKUM PEMBELI BERITIKAD BAIKPentingnya peran Kepala Persekutuan dalam proses peralihan hak atas tanahterjadi karena kepala persekutuan dianggap sebagai orang yang mengetahui dan memahami penyusunan hak-hak persekutuan. Campur tangan para Kepala Persekutuan ditujukan karena pemakaian dan penyusunan hakhak warga persekutuan itu secara demikian rupa sehingga sesuai dengan cita-cita untuk mempertahankan persekutuan pada saat itu maupun pada masa mendatang.147 Peran Kepala Persekutuan juga dapat memberi nasehat hukum kepada para pihak tentang objek jual beli. Dalam hal ini, berkaitan dengan hak Ahli Waris dan kedudukan tanah yang menjadi objek jual beli dalam hak persekutuan. Meskipun tanah tersebut menjadi hak milik dari salah satu anggota persekutuan, tetapi hak kepemilikan tersebut dibatasi oleh hak persekutuan atas tanah. Di Jawa, Penghulu Adat akan menilai apakah jual beli yang akan dilangsungkan itu sudah sesuai dengan tertib umum masyarakat, mengangkat berita jual beli ini ke permukaan agar diketahui khalayak, melibatkan saksi-saksi, dan menilai adakah hak pihak lain atas tanah itu. Ini dalam upaya membuat jual beli itu terang sedari awal. Saksi yang dimaksud di sini, misalnya, Ahli Waris yang lain dan pemilik tanah yang berdampingan dengan tanah objek jual beli. Mereka akan diminta hadir ketika perjanjian disepakati.148 Tidak menemui Penghulu Adat berarti pembeli tidak memiliki niat baik. Ini berdampak serius bagi dirinya di kemudian hari. Jika terjadi sengketa, katakan penjual ternyata telah menjual tanah tersebut lebih dari satu kali, maka Pembeli yang tidak beritikad baik tadi akan kehilangan pengakuan hukum dari adat setempat atas haknya terhadap tanah tersebut. Oleh karena itu, jual-beli di dalam masyarakat adat di Indonesia pada umumnya, berarti seorang calon pembeli menghubungi Penghulu, dilakukan serangkaian proses sebagaimana telah disampaikan di atas, dipanggil para saksi, jika tidak ada keberatan dari para saksi maka dibuatlah perjanjian sederhana –semacam akta, lalu dilakukan pembayaran dan penyerahan tanah di mukaPenghulu Adat dan para saksi. 149 147 R. Van Dick, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Bandung, Vanhoeve, 1954, hlm. 50. 148 Mr. B. Ter Haar, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta: PT Pradnya Paramitra, 1991, hlm. 88. Lihat juga Soekanto, Menindjau Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Penerbit Soeroengan,TINJAUAN PERATURANItikad baik juga tercermin dalam sistem pembayaran uang muka atau yang biasa disebut panjar. Pihak Penjual dan Pembeli menunjukan itikad baiknya di sini, di mana jika Pembeli telah memberikan panjar, maka Penjual dilarang menawarkan tanahnya/barangnya kepada pihak lain. Pembeli dan Penjual terikat dan dituntut untuk memenuhi prestasinya. Jika Pembelitidak melunasi pembayarannya, maka panjar menjadi hangus dan Penjual berhak menawarkan kepada pihak lain. Jika pembayaran telah dilunasi, Penjual tidak menepati janjinya, panjar Pembeli akan dikembalikan. Bahkan jika ada kerugian Pembeli akibat ini, maka Penjual tanpa paksaan rela membayar kerugian pembeli. 150 Transaksi yang dilakukan dihadapan Kepala Persekutuan tidak menjamin sah tidaknya peralihan hak atas tanah tersebut. tetapi Pembeli yang melakukan jual beli secara terang dihadapan Pamong Desa tetap mendapat lindungan sekalipun terhadap pemilik sebenarnya. Jika terjadi hal seperti ini, pemilik tanah yang sebenarnya dapat menuntut uang penjualan kepada Penjual yang tidak berhak itu.151 Lembaga hukum adat yang digunakan dalam transaksi jual beli tanah merupakan lembaga hukum untuk melayani kebutuhan masyarakat yang masih sederhana. Maka perlu modernisasi terhadap transaksi jual beli tanah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang modern.152 Untuk memenuhi kebutuhan ini, Pemerintah telah mengeluarkan PP No. 10/1961 yang telahdicabut dan diganti dengan PP No. 24/1997. UUPA tidak mengatur perjanjian jual beli tanah secara tertulis. Perjanjianobligatoir jual beli tanah memberlakukan hukum adat sebagai hukum yg mengatur perjanjian jual beli tanah antara para pihak. Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak, UUPA mewajibkan setiap peralihan hak atas tanah harus didaftarkan, agar diterbitkan sertifikat atas tanah sebagaialat bukti yang kuat. Pendaftaran tanah diperlukan untuk menjamin aspek kepastian hukum hak atas tanah dari sisi subyek dan objek kepemilikan atastanah. Setiap kepemilikan atas tanah harus didaftarkan, untuk menjaga agar jangan sampai timbul permasalahan di kemudian hari. Dengan pendaftaran tanah, orang yang memegang sertifikat tanah dapat membuktikan kepemilikannya atas suatu bidang tanah. 150 Soekanto, Op. Cit. hlm. 97. 151 Van Dick, Op. Cit. hlm. 59. 152 Boedi Harsono, hlm. 207.PENJELASAN HUKUM PEMBELI BERITIKAD BAIKPengundangan PP No. 24/1997 dimaksudkan untuk mengatasi sengketa kepemilikan atas tanah dengan menjamin kepastian hukum dalam transaksi jual beli tanah. Jaminan kepastian hukum ini dilakukan dengan memberikan ketentuan agar setiap transaksi jual beli tanah harus didaftarkan untuk diterbitkan sertifikat sebagai alat bukti yang kuat. Diharapkan denganadanya sertifikat dapat menjamin kepastian hukum bagi calon Pembeli dan calon Kreditor.153 Dengan demikian, UUPA hanya mengatur perjanjian peralihan hak kebendaan dari Penjual kepada pembeli dengan penerbitan sertifikat atasnama Pembeli.
We appreciate you contacting us. Our support will get back in touch with you soon!
Have a great day!
Please note that your query will be processed only if we find it relevant. Rest all requests will be ignored. If you need help with the website, please login to your dashboard and connect to support