Pertanggungjawaban Pemerintah[12]Pengertian PertanggungjawabanPertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Dalam kamus hukum ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban yaitu liability (the state of being liable) dan responbility (the state of fact being responsible). Liability menunjuk pada makna yang paling komprehensif, meliputi hampir setiap karakter risiko dan tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung, atau yang mungkin. Liability didefinisikan untuk menunjuk semua karakter hak dan kewajiban. Sementara responsibility berarti hal dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan dan kecakapan. Pertanggungjawaban menurut undang-undang yaitu kewajiban mengganti kerugian yang timbul karena perbuatan melanggar hukum.Aspek Teoritik Pertanggungjawaban Hukum PemerintahPergeseran konsep dari kedaulatan negara menjadi kedaulatan hukumAjaran kedaulatan negara mengasumsikan bahwa negara itu berada di atas hukum dan semua aktivitas negara tidak dapat dijangkau hukum. Implikasi lebih lanjut, hukum adalah buatan negara atau dengan merujuk pada John Austin yang menyebutkan law is a command of the lawgiver,[13] karena itu tidak logis buatan itu menghakimi pembuatnya.Dalam perspektif ilmu hukum, negara atau pemerintah telah diakui sebagai subyek hukum. Negara atau pemerintah adalah subyek hukum yang memiliki kedudukan istimewa dibandingkan subyek hukum lain, akan tetapi negara tidak bebas dari tanggung jawab hukum dalam semua tindakannya. Secara universal telah diakui bahwa setiap subyek hukum apapun bentuknya tidak dapat melepasakan diri konsekuensi tindakan hukumnya.Ajaran tentang pemisahan (lembaga) kekuasaan negaraAjaran ini menghendaki agar masing-masing lembaga negara itu berdiri sendiri dengan peranan dan kekuasaannya sendiri-sendiri sesuai yang ditentukan oleh konstitusi. Masing-masing lembaga kekuasaan negara tidak boleh saling mempengaruhi atau intervensi, tetapi harus saling menghormati.Akan tetapi, konsep negara hukum menghendaki agar setiap subyek hukum melakukan perbuatannya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Setiap badan hukum, apakah seseorang, badan hukum ataupun pemerintah jika melanggar hukum dan menimbulkan kerugian, maka subyek hukum itu harus mengembalikan pada keadaan semula. Jadi, ketika lembaga yudisial menyelesaikan masalah pelanggaran hukum yang dibuat oleh pemerintah (lembaga eksekutif), itu tidak dapat disebut sedang melakukan intervensi pada kegiatan pemerintahan.Perluasan makna hukum dari sekadar hukum tertulis kemudian menjadi dan termasuk hukum hukum tidak tertulis.Hukum tertulis (undang-undang) adalah produk lemabaga negara (legislatif) yang dianggap sebagai barang sakral yang menuntut kepatuhan dan ketaatan dari siapa pun. Dalam praktik, rumusan undang-undang itu tidak lebih dari formulasi kepentingan sekelompok orang dan tidak mencerminkan kesamaan kedudukan apalagi keadilan. Di luar undang-undang ternyata ada nilai-nilai kebenaran, keadilan, kepatuhan dan nilai-nilai etik lainnya yang dipegangi dan dipedomani oleh anggota masyarakat yang dikategorikan atau disebut hukum tidak tertulis.Dalam perkembangannya, hukum tidak tertulis dapat diterima untuk diterapkan kepada siapa saja yang melanggar hukum, termasuk pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah juga harus bertindak hati-hati, harus memperhatikan pula kaidah-kaidah kecermatan. Jadi bukan saja jika pemerintah melanggar undang-undang ia dapat dipersalahkan, tetapi juga apabila bertindak bertentangan dengan kecermatan yang pantas.[14]Perluasan peranan dan aktivitas negara/pemerintah dari konsepsi nachtwachtersstaat ke welvaarsstaatSejak ditinggalkannya negara ‘penjaga malam’, yang menempatkan pemerintah hanya selaku penjaga ketertiban keamanan serta tidak diperkenankan campur tangan dalam kehidupan masyarakat, negara melalui pemerintah beserta perangkatnya terlibat aktif dalam kehidupan masyarakat yang menyebabkan kaburnya batas antara bidang privat dan publik. Dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan umum, intervensi negara atau pemerintah menjadi tak terelakan, bahkan semakin besar dengan freies ermessen yang dilekatkan kepadanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya memerlukan kebebasan bertindak.Sebagai subyek hukum, pemerintah dapat melakukan perbuatan hukum yang dapat menimbulkan akibat-akibat hukum baik bersifat positif maupun akibat bersifat negatif. Akibat hukum yang negatif memiliki relevansi dengan pertanggungjawaban karena dapat memunculkan tuntutan dari pihak yang terkena akibat hukum yang negatif.Dalam penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan, pertanggungjawaban itu melekat pada jabatan, yang secara yuridis dilekati kewenangan. Dalam perspektif hukum publik, adanya kewenangan inilah yang memunculkan adanya pertanggungjawaban, sejalan dengan prinsip umum there is no authority without responsibility.[15]Namun, ukuran untuk menuntut pemerintah itu bukan berdasarkan ada tidaknya kerugian, tetapi apakah pemerintah itu dalam melaksanakan kegiatannya berdasarkan hukum (rechtmatig) atau melanggar hukum (onrechtmatig) dan apakah perbuatan itu dilakukan untuk kepentingan umum atau bukan.Seiring dengan dianutnya konsepsi welfare state, kepada pemerintah dibebani tugas melayani kepentingan umum dan kewajiban mewujudkan kesejahteraan umum (bestuurszorg) yang dalam implementasinya pemerintah banyak melakukan intervensi terhadap kehidupan warga negara. Intervensi ini sering menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak tertentu, apalagi dengan diberikannya kewenangan yang luas melalui freies ermessen.Pertanggungjawaban Pemerintah dalam HANDalam melakukan berbagai tindakan (termasuk tindakan hukum) pemerintah harus bersandar pada asas legalitas. Tindakan hukum mengandung makna penggunaan kewenangan dan di dalamnya tersirat adanya kewajiban pertanggungjawaban. Tanggung jawab negara terhadap warga negara atau pihak ketiga dianut oleh hampir semua negara.Dalam perspektif hukum publik, tindakan hukum pemerintahan itu selanjutnya dituangkan dalam dan dipergunakan beberapa instrumen hukum dan kebijakan seperti peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan, dan keputusan. Di samping itu, pemerintah juga sering menggunakan instrumen hukum keperdataan seperti perjanjian dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Setiap penggunaan wewenang dan penerapan instrumen hukum oleh pejabat pemerintahn pasti menimbulkan akibat hukum, karena memang dimaksudkan untuk menciptakan hubungan hukum dan akibat hukum.Telah jelas bahwa setiap penggunaan kewenangan itu di dalamnya terkandung pertanggungjawaban, namun demikian harus pula dikemukakan tentang cara-cara memperoleh dan menjalankan kewenangan. Di samping penentuan kewajiban tanggung jawab itu didasarkan pada cara-cara memperoleh kewenangan, juga harus ada kejelasan tentang siapa yang dimaksud dengan pejabat dan kapan atau pada saat bagaimana seseorang itu disebut dan dikategorikan sebagai pejabat.Yang dimaksud dengan pejabat adalah seorang yang bertindak sebagai wakil dari jabatan, yang melakukan perbuatan untuk dan atas nama jabatan. Sementara seseorang itu disebut atau dikategorikan sebagai pejabat adalah ketika ia menjalankan kewenangan untuk atau atas nama jabatan. Berdasarkan keterangan di atas, tampak bahwa tindakan hukum yang dijalankan oleh pejabat dalam rangka menjalankan kewenangan jabatan atau melakukan tindakan hukum untuk dan atas nama jabatan, maka tindakannya itu dikategorikan sebagai tindakan hukum jabatan.Mengenai pertanggungjawaban pejabat ada dua teori yang dikemukakan oleh Kraenburg dan Vegting, yaitu; pertama, fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga itu dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian, kedua, fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga itu dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan.[16]Mengutip pendapat Logemann, hak dan kewajiban berjalan terus, tidak peduli dengan penggantian pejabat. Berdasarkan keterangan tersebut jelaslah bahwa pemikul tanggung jawab itu adalah jabatan. Oleh karena itu, ganti rugi juga dibebankan kepada instansi/jabatan, bukan kepada pejabat selaku pribadi. Sebagaimana dikatakan Kranenburg dan Vegting bahwa pertanggungjawaban dibebankan kepada korporasi (instansi, jabatan) jika suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat itu bersifat objektif, dan pejabat yang bersangkutan tidak dibebani tanggungjawab jika tidak ada kesalahan subjektif. Sebaliknya pejabat atau pegawai itu dibebani tanggung jawab ketika ia melakukan kesalahan subjektif.[17]Untuk perbuatan melanggar hukum lainnya, hanya wakil yang bertanggungjawab sepenuhnya; ia telah menyalahgunakan situasi, dimana ia berada selaku wakil, dengan melakukan tindakan amoralnya sendiri terhadap kepentingan pihak ketiga. Dalam hal demikian, pejabat tersebut telah melakukan kesalahan subjektif atau melakukan maladministrasi.Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara yang menimbulkan kerugian materil dan immateril bagi masyarakat
We appreciate you contacting us. Our support will get back in touch with you soon!
Have a great day!
Please note that your query will be processed only if we find it relevant. Rest all requests will be ignored. If you need help with the website, please login to your dashboard and connect to support