Lembaga Bantuan Hukum Waji Has

Profesi mulia dan terhormat (officium nobile) seringkali dilekatkan kepada pengacara atau advokat. Posisinya disejajarkan dengan hakim dan jaksa yang dilindungi oleh undang-undang dalam menjalankan tugasnya. Tentunya pada kenyataannya hal tersebut masih jauh dari kenyataan. Masyarakat bahkan seringkali menilai profesi pengacara dari segi penghasilan dan gaya hidup saja. Banyak juga yang tidak menyukai karena profesi pengacara identik dengan masalah, licik, pintar memutarbalikkan fakta, dan lebih mementingkan kemenangan daripada kebenaran. Profesi pengacara seringkali masuk dalam deretan profesi yang paling dibenci oleh masyarakat.Dalam gerakan sosial, pengacara seringkali dianggap sebagai figur yang konservatif atau kontra revolusioner. Soekarno bahkan mengutip kalimat seorang aktivis buruh Jerman yang mengkritik bahwa ktia tidak bisa revolusi dengan para yuris atau ahli hukum (Met juristen kan men geen revolutie maken!). Pengacara dituntut untuk menaati dan mengawal penegakan hukum, sementara gerakan sosial seringkali justru melanggar hukum positif. Hanya sedikit pengacara yang merasa bertanggungjawab terhadap perubahan sosial dan secara umum pengacara dianggap tidak berpengaruh banyak dalam gerakan sosial.Jika kita telaah, tentunya hal tersebut tentunya tidak sepenuhnya benar. Sejarah mencatat bahwa pengacara tidak hanya berfungsi sebagai alat dalam revolusi, tapi juga sebagai kreator dari revolusi tersebut.Ibarat massa aksi adalah sebagai mesin perubahan sosial, pengacara adalah minyaknya. Bachmann menyatakan bahwa pengacara tidak hanya kendaraan utama dalam perubahan sosial, mereka juga memiliki peran dalam pengorganisasian berbagai kelompok dan membuat legitimasi dalam berbagai perjuangan.Tentu saja yang dimaksud dengan revolusi yang didukung atau dilakukan oleh pengacara tersebut memiliki makna beragam. Sebagai contoh peran pengacara dianggap sangat signifikan dalam Revolusi Amerika (1776). Dari 56 penandatangan Deklarasi Kemerdekaan Amerika, 25 orang merupakan pengacara. Thomas Paine dalam pamfletnya yang dianggap revolusioner mengatakan bahwa hukum adalah raja (The Law is King). Pengacara juga peran signifikan dalam Revolusi Inggris (1688) dan Revolusi Perancis (1789) dalam melawan monarki. Dalam perspektif kiri saat ini, peran pengacara tersebut belum tentu dianggap revolusioner karena akhirnya memperkuat negara dan kelompok borjuis yang justru menjadi ancaman baru bagi warga negara.Kita mengetahui Mahatma Gandhi, tokoh pembebasan India dari Inggris yang merupakan pengacara. Setelah jadi pengacara di Inggris, ia kemudian pindah ke Afrika Selatan dan menjadi pengacara pedagang muslim India di Pretoria. Di Afrika Selatan, Gandhi tidak hanya melakukan pembelaan terhadap para pedagang, melainkan juga melakukan advokasi terhadap undang-undang yang dianggap diskriminatif seperti undang-undang yang melarang keturunan India untuk memilih. Selepas dari Afrika Selatan, Gandhi kemudian memperjuangkan kemerdekaan India. Langkah Gandhi menjadi inspirasi Martin Luther King, Jr untuk memperjuangkan kesetaraan melalui gerakan hak sipil di Amerika Serikat.Selain Gandhi, kita mengenal Fidel Castro yang sebelumnya merupakan pengacara. Castro beberapa kali melayangkan gugatan hukum kepada Jendral Batista. Nelson Mandela juga merupakan tokoh pembebasan yang juga merupakan pengacara sebelumnya.Tentunya ada banyak tokoh pembebasan lain yang merupakan pengacara. Hal yang terpenting tentunya dalam setiap perjuangan revolusioner selalu ada pengacara revolusioner yang memberikan dukungan. Di Indonesia, Soekarno yang tidak mempercayai pengacara dalam revolusipun dibantu oleh pengacara Mr. Sartono, Mr. Sastromulyo, Mr. Suyudi, dan Raden Idih Prawiradiputra dalam pembelaan di pengadilan ketika dipidana oleh pemerintah Belanda.Bagaimanapun pengacara atau orang yang mengerti hukum sangat dibutuhkan dalam gerakan sosial. Hal yang berbeda jika gerakan sosial yang dibangun adalah gerakan sosial tanpa negara atau anarkis, meskipun anarkis tetap mengakui dalam situasi tanpa negarapun, norma sosial tetap diperlukan. Peter Kropotkin menerima norma sosial dalam relasi antar manusia, misalnya kewajiban untuk memenuhi kontrak yang diterima secara bebas. Selain itu Bakunin berpendapat bahwa negara merupakan kejahatan yang mutlak, sehingga negara harus dihilangkan dan relasi antar individu dan komunitas tidak lagi relasi kekerasan. Norma sosial akan ditegakkan bukan dengan hukum tapi dengan persetujuan bebas komune.[8] Menurut hemat saya, peran dari orang yang paham hukum ataupun norma sosial tetap diperlukan, bukan sebagai orang yang melakukan pembelaan (pengacara) ataupun menyusun hukum, melainkan sebagai fasilitator yang mendorong agar hukum tidak lahir dari atas ke bawah, tapi atas kesadaran individu yang tergabung dalam komunitas ataupun masyarakat.Peran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam Gerakan SosialPeran pengacara dalam memberikan bantuan hukum kepada orang miskin ataupun aktivis politik sebenarnya telah muncul sebelum dan pasca kemerdekaan. Namun, gerakan bantuan hukum menjadi gerakan sosial dapat dikatakan baru muncul ketika berdirinya LBH di tahun 1970. Dengan dukungan banyak tokoh seperti Jendral Hoegeng, Adam Malik, Mochtar Lubis, Yap Tian Hien, HJC Princen, Suardi Tasrief, Ali Sadikin, dan berbagai tokoh lainnya, Adnan Buyung Nasution mendirikan LBH yang dipertuntukkan membela orang miskin, buta hukum dan tertindas. Selain karena pengalaman sebagai jaksa, Buyung terinspirasi karena melihat gedung Societeit de Harmonie (sekarang gedung Sekretariat Negara RI) dengan tulisan Verboden voor Honden en Inlanders, artinya dilarang masuk untuk anjing dan orang pribumi. Hal tersebut menunjukkan ketimpangan sosial antara pribumi dan non pribumi, si miskin dan kaya.Dalam perkembangannya LBH kemudian menjadi organisasi yang sangat kritis terhadap pemerintah dan tidak hanya terjebak dalam bantuan hukum konvensional yang sifatnya belas kasihan semata. LBH mengembangkan metode bantuan hukum yang dinamakan bantuan hukum struktural, yaitu bantuan hukum yang diberikan kepada si miskin dan lemah melalui upaya perubahan suatu struktur, sosial, politik, ekonomi dan budaya yang timpang menuju ke arah struktur yang memberikan peluang bagi pengembangan sumber daya hukum si miskin dan lemah. Jadi bukan merupakan aksi kultural semata melainkan suatu aksi struktural yang diharapkan mengubah tantanan masyarakat yang lebih adil.Dengan konsep bantuan hukum struktural tersebut LBH telah meneguhkan diri sebagai suatu “gerakan alternatif” dalam bidang bantuan hukum, memiliki paradigma, visi dan orientasi yang berbeda dengan berbagai lembaga bantuan hukum yang ada di Indonesia.Perlawanan terhadap kebijakan pemerintah serta adanya pendidikan hukum, sosial, dan politik kepada masyarakat kemudian dicurigai oleh pemerintah orde baru sebagai gerakan politik dan mirip dengan Partai Komunis Indonesia. Buyung pernah dipanggil oleh Jendral Durmawel Achmad, Sekretaris Tim Pemeriksa Pusat Kopkamtib. Bantuan hukum struktural yang juga menganalisis masyarakat berdasarkan kelas dianggap sebagai pemikiran Marxis dan komunis. Buyung membantah dan mengatakan bahwa Marx adalah sosiolog. Membela masyarakat yang paling bawah merupakan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Istilah bantuan hukum struktural sebenarnya diberikan oleh Prof Paul Moedikdo ketika mengundang Buyung ke Belanda. Paul Moedikdo menemukan bahwa LBH telah mempraktekkan teori strukturalisme tanpa memahami konsep teori strukturalisme terlebih dahulu. LBH bahkan telah mempraktekkan teori strukturalisme satu dekade sebelum teori strukturalisme tersebut populer pada tahun 1980an.Adanya konsep bantuan hukum yang berbeda tentunya juga menjadikan tipologi pengacara LBH menjadi berbeda dengan pengacara biasa. Daniel S Lev mengkategorikan pengacara LBH sebagai advokat aktivis karena juga berjuang dalam perubahan. Berbeda dengan pengacara bisnis atau pengacara litigasi biasa. Di Eropa ataupun Amerika, maka pengacara LBH dapat digolongkan sebagai cause lawyer, public interest lawyer, radical lawyer, ataupun radical lawyer. Hal ini karena pengacara LBH berbeda dengan elite lawyer karena juga bersama rakyat melakukan pengorganisasian dan mendorong gerakan sosial.1. Peran PengacaraGeorge Lakey berpendapat bahwa terdapat 4 peran dalam perubahan sosial.Pertama, peran sebagai advokat (The Advocate Role). Merupakan peran dalam mengubah kebijakan ataupun praktek, misalnya melakukan gugatan terhadap pemerintah terhadap kebijakan yang menindas ataupun melakukan lobi kepada pemangku kebijakan. Bill Moyes menganggap ini sebagai peran reformis, namun tetap mengakui bahwa advokat dapat mendorong perubahan yang radikal dalam substansi.Kedua, peran sebagai Penolong (The Helper Role). Lebih cenderung kepada pelayanan langsung untuk memulihkan keadaan. Sebagai contoh memberikan pelatihan terhadap orang yang mendapatkan diskriminasi dalam mencari pekerjaan. Seseorang yang menyenangi peran ini biasanya akan melawan polusi karbon dengan memasang instalasi tenaga surya untuk rumah. Para pekerja sosial berada dalam peran ini.Ketiga, peran sebagai pengorganisir (The Organizer Role). Berbeda dengan advokat yang bahagia jika berhasil meyakinkan hakim atas gugatannya. Penolong bahagia melihat kelulusan anak-anak yang berasal dari kelompok rentan. Pengorganisir di sisi lain justru bahagia jika berhasil mengumpulkan orang-orang yang sebelumnya tidak saling mengetahui menjadi satu tim yang solid, atau melipatgandakan kehadiran orang-orang dalam pertemuan serikat. Pengorganisir seringkali percaya bahwa kekuatan jumlah akan membuat perubahan karena pemegang kekuasaan takut dengan kekuatan alternatif.Keempat, peran sebagai pemberontak atau pembangkang (The Rebel Role). Peran sebagai pembangkang ini lebih memilih membuat berbagai keributan ataupun gangguan untuk memaksa pemegang kekuasaan melakukan perubahan. Lakey mencontohkan Martin Luther King Jr yang menjelaskan bahwa kampanye harus membuat situasi krisis sehingga terjadi perubahan. Gandhi membuat begitu banyak masalah sehingga membuat India tidak lagi diperintah Inggris. Tentunya peran ini membutuhkan keterampilan pengorganisasian untuk meningkatkan gangguan ke titik krisis.Menariknya, peran LBH melingkupi empat peran di atas; menjadi advokat, penolong, organisatoris, dan juga sebagai pembangkang. Pengacara Publik LBH tidak hanya melakukan gugatan strategis, melakukan lobi, ataupun protes, tapi juga dituntut untuk menjadi pekerja sosial yang terkadang harus mengordinir kebutuhan sandang, pangan, papan, dan pendidikan para pencari keadilan. Selain itu Pengacara Publik LBH juga dituntut untuk memberdayakan dan mengkonsolidasikan masyarakat sehingga mampu mandiri dalam mendorong perubahan. Sesuai seperti yang dikatakan oleh David Harvey yang mensyaratkan gerakan hak atas kota harus bisa menyatukan tangis dan tuntutan (cry and demand) dari rakyat. Tidak hanya itu, terkadang LBH harus terdepan dalam melakukan pembangkangan. Sebagai contoh ketika terdapat Peraturan Gubernur No 228 Tahun 2015 yang membatasi unjuk rasa, LBH dengan tegas menyerukan akan membangkang dan siap untuk ditangkap.Menjadi pengacara publik atau pekerja bantuan hukum LBH Waji Has menurut saya tidak ubahnya menjadi seorang divergent, yaitu seseorang yang berbeda dari mayoritas. Ada beberapa hal yang membedakan pengacara publik LBH Waji Has dengan pengacara pada umumnya, yaitu: 1) Pengacara Publik LBH Waji Has merupakan aktivis politik yang mendorong perubahan sosial; 2) Pengacara Publik LBH Waji Has memiliki posisi strategis dan tanggung jawab yang lebih berat. LBH bahkan sering disebut sebagai lokomotif demokrasi karena perannya dalam melawan pemerintahan diktator orde baru dan menjadi pelopor meeting of mind karena berbagai pemikiran progresif; 3) Pengacara Publik LBH Waji Has siap untuk hidup sederhana ataupun kekurangan; 4) Pengacara Publik LBH Waji Has “haram” menerima pemberian dari klien. Dalam kode etik LBH Waji Has dilarang keras menerima pemberian dari klien; 5)Pengacara Publik LBH Waji Has tidak boleh mentolerir sistem dan aparatur yang korup; 6) Pengacara Publik LBH Waji Has dipaksa untuk menguasai berbagai disiplin ilmu dan keahlian. Menjadi seorang pengacara publik LBH Waji Has dituntut untuk menguasai berbagai disiplin ilmu, tidak hanya ilmu hukum tapi juga ilmu sosial yang lain; sosiologi, ekonomi, politik, psikologi, hubungan internasional, dll. Bahkan bukan tidak mungkin dituntut harus pelajari ilmu alam jika menangani kasus yang berkaitan dengan alam; kasus lingkungan hidup, kebocoran tabung gas, dll. Seorang pengacara publik LBH Waji Has dituntut memiliki berbagai keahlian, tidak hanya keahlian berpraktek hukum, tapi juga keahlian melakukan riset, komunikasi publik, berkampanye, mendidik masyarakat, melakukan pengorganisasian, manajerial, menyusun perencanaan, melakukan penggalangan dana, dan berbagai keahlian lain. Contoh lain, dalam kasus pengungsi Nunukan, pengacara publik LBH Waji Has dituntut tidak hanya menjadi pengacara tapi juga pekerja kemanusiaan karena banyaknya bantuan logistik yang disalurkan melalui LBH Waji Has untuk pengungsi.2. Peran OrganisasiMansour Fakih membagi posisi politis organisasi non pemerintah di Indonesia kedalam tiga golongan.Pertama, tipe konformis. Tipe ini dapat dilihat pada aktivis yang bekerja berdasarkan paradigma bantuan karikatif dan berorientasi proyek, serta bekerja dengan menyesuaikan diri dengan sistem dan struktur yang ada.Kedua, tipe reformis. Aktivis yang aktif dalam organisasi non pemerintah yang bekerja pada ideologi modernisasi dan developmentalisme. Mendorong partisipasi rakyat dalam pembangunan serta menganggap bahwa keterbelakangan mayoritas rakyat disebabkan olehadanya sesuatu yang salah dengan mentalitas, perilaku, dan kultur rakyat. Visi perubahan sosial yang dikembangkan lebih kepada jalur perubahan bersifat struktural fungsional.Ketiga, tipe transformatif. Salah satu cirinya adalah mempertanyakan paradigma mainstreamserta ideologi yang tersembunyi di dalamnya. Tipe ini berusaha menemukan paradigma alternatif yang akan mengubah struktur dan suprastruktur yang menindas rakyat serta membuka kemungkinan bagi rakyat untuk mewujudkan potensi kemanusiaannya. Mereka yang menggunakan pendekatan transformatif ini juga mendasarkan kegiatan pada metodologi transformatif, yaitu proses pendidikan untuk memunculkan kesadaran kritis dan menjadikan rakyat sebagai pusat perubahan sosial. Rakyat harus memiliki kontrol atas sejarah dan pengetahuan mereka sendiri. Corak perubahan sosial paradigma tersebut kritikal dan struktural.Jika melihat ketiga tipe tersebut di atas, maka LBH termasuk ke dalam tipe yang ketiga karena kesesuaian dengan metode bantuan hukum struktural yang berusaha membongkar struktur yang mendindas rakyat. LBH dalam visi misinya juga tegas dikatakan harus mendorong rakyat mandiri dalam memperjuangkan haknya. Bahkan dalam kode etiknya, Pengacara Publik LBH tidak diperbolehkan mengkooptasi gerakan rakyat.

Tags

WhatsApp Google Map

Safety and Abuse Reporting

Thanks for being awesome!

We appreciate you contacting us. Our support will get back in touch with you soon!

Have a great day!

Are you sure you want to report abuse against this website?

Please note that your query will be processed only if we find it relevant. Rest all requests will be ignored. If you need help with the website, please login to your dashboard and connect to support