Rescheduling merupakan upaya penyelesaian kredit bermasalah (kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit) yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu kredit atau memperpanjang grace period (masa kelonggaran untuk tidak membayar hutang pokok). Perpanjangan jangka waktu kredit ini merupakan salah satu upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya (Restrukturisasi Kredit).[1] Menurut Drs. Muhamad Djumhana, S.H., dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia yang pernah dijelaskan dalam artikel Langkah-Langkah Penyelesaian Kredit Macet, penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak. Dasar Hukum ReschedulingRescheduling diatur secara parsial pada beberapa peraturan, yang terutama yaitu:1. Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum;2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/28/DPNP tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum;3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 11/POJK.03/2015 tentang Ketentuan Kehati-hatian dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional Bagi Bank Umum. Kriteria Debitur yang Mendapatkan Restrukturisasi KreditBank memilki hak untuk menentukan layak/tidaknya debitur penerima Reschedule Kredit atau bagian dari upaya Restrukturisasi Kredit ini, dimana debitur yang layak menerima Rescheduling harus memenuhi kriteria:[2]1. Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga Kredit; dan2. Debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik dan dinilai mampu membayar kewajiban setelah Rescheduling dilakukan. Prospek usaha dan kemampuan membayar tersebut akan dianalisis berdasarkan prospek usaha debitur dan kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas serta harus diputuskan oleh pejabat Bank yang lebih tinggi jabatannya dari pihak yang memutuskan kredit yang di-reschedule dan apabila pejabat Bank tersebut merupakan pejabat tertinggi berdasarkan Anggaran Dasar Bank maka keputusan Reschedule harus dilakukan oleh pejabat setingkat dengan pejabat tersebut.[3] Sebagai informasi tambahan, pada praktiknya, setiap Bank memiliki ketentuan internal berupa standar kebijakan dan standar prosedur yang mengatur perihal Rescheduling, sehingga segala analisis dan keputusan atas persetujuan atau penolakan terhadap Rescheduling debitur selain mengacu pada peraturan perundang-undangan, juga akan mengacu pada ketentuan internal tersebut. Bank yang memberikan rescheduling kredit tanpa memperhatikan ketentuan kriteria di atas dapat dikenakan sanksi administratif antara lain berupa:[4]a. teguran tertulis;b. pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan/atauc. pencantuman pengurus dan/atau pemegang saham Bank dalam daftar pihak-pihak yang mendapatkan predikat Tidak Lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test). Demikian, semoga penjelasan kami membantu. Terima kasih. Dasar hukum:1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/15/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum;2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 11/POJK.03/2015 tentang Ketentuan Kehati-hatian dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional Bagi Bank Umum;3. Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/28/DPNP tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
We appreciate you contacting us. Our support will get back in touch with you soon!
Have a great day!
Please note that your query will be processed only if we find it relevant. Rest all requests will be ignored. If you need help with the website, please login to your dashboard and connect to support