Lembaga Bantuan Hukum Waji Has

PENGERTIAN HUKUM, PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIAPEMBAHASAN2.1 PENGERTIAN HUKUMIstilah hukum berasal dari bahasa Arab : HUK'MUN yang artinya menetapkan. Arti hukum dalam bahasa Arab ini mirip dengan pengertian hukum yang dikembangkan oleh kajian dalam teori hukum, ilmu hukum dan sebagian studi-studi sosial mengenai hukum. Dalam kamus Oxford disebutkan : “All the rules established by authority or custom for regulating the behavior of members of a community or country” yang artinya “Semua peraturan yang ditetapkan oleh otoritas atau kustom (adat atau kebiasaan) untuk mengatur perilaku anggota komunitas atau negara”.Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara. Dan bertindak sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah. Hingga saat ini, belum ada kesepahaman dari para ahli mengenai pengertian hukum. Telah banyak para ahli dan sarjana hukum yang mencoba untuk memberikan pengertian atau definisi hukum, namun belum ada satupun ahli atau sarjana hukum yang mampu memberikan pengertian hukum yang dapat diterima oleh semua pihak. Ketiadaan definisi hukum jelas menjadi kendala bagi mereka yang baru saja ingin mempelajari ilmu hukum, butuh pemahaman awal atau pengertian hukum secara umum sebelum memulai untuk mempelajari apa itu hukum dengan berbagai macam aspeknya.Seperti hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama dibidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.Mungkin bagi masyarakat awam pengertian hukum itu tidak begitu penting. Dan yang lebih penting yaitu penegakannya dan perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat. Namun, bagi mereka yang ingin mendalami lebih lanjut soal hukum, tentu saja perlu untuk mengetahui pengertian hukum. Berikut unsur unsur rumusan penegakan hukum secara umum:· Hukum mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam masyarakat. Peraturan berisikan perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku manusia agar tidak bersinggungan dan merugikan kepentingan umum.· Peraturan hukum ditetapkan oleh lembaga atau badan yang berwenang untuk itu. Peraturan hukum tidak dibuat oleh setiap orang melainkan oleh lembaga atau badan yang memang memiliki kewenangan untuk menetapkan suatu aturan yang bersifat mengikat bagi masyarakat luas.· Penegakan aturan hukum bersifat memaksa. Peraturan hukum dibuat bukan untuk dilanggar namun untuk dipatuhi. Untuk menegakkannya diatur pula mengenai aparat yang berwenang untuk mengawasi dan menegakkannya sekalipun dengan tindakan yang represif. Meski demikian, terdapat pula norma hukum yang bersifat fakultatif/melengkapi.· Hukum memliki sanksi dan setiap pelanggaran atau perbuatan melawan hukum akan dikenakan sanksi yang tegas. Sanksi juga diatur dalam peraturan hukum.Hukum juga dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain:a. pidana/Hukum publik,b. Hukum perdata/Hukum pribadi,c. Hukum acara,d. Hukum tata negara,e. Hukum administrasi negara/Hukum tata usaha negara,f. Hukum internasional,g. Hukum adat,h. Hukum islam,i. Hukum agraria,j. Hukum bisnis, dank. Hukum lingkungan2.2 PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIAPerlindungan dan pengegakan hukum disuatu negara, itu merupakan suatu keharusan agar tercipta kedamaian, perdamaian, dan ketertiban didalam negera tersebut. Hukum tidak diadakan begitu saja, namun hukum memiliki dasar-dasar yang kuat dari konstitusi. Begitu juga dengan Perlindungan dan penegakan hukum sudah pasti juga memiliki dasar hukum tertentu. Contohnya dalam UUD 1945:· Pasal 27 ayat (1) UUD RI 1945“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”· Pasal 28 D ayat (1) UUD RI 1945“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”· Pasal 24 ayat (1) UUD RI 1945“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan."· Pasal 28 ayat (5) UUD RI 1945 “Untuk menegakkan dan melindungi Hak Asasi Manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan Hak Asasi Manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”· Pasal 30 ayat (4) UUD RI 1945 “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum".a. Perlindungan HukumDalam kamus besar Bahas Indonesia Perlindungan berasal dari kata lindung yang memiliki arti mengayomi, mencegah, mempertahankan, dan membentengi. Sedangkan Perlindungan berarti konservasi, pemeliharaan, penjagaan, asilun, dan bunker. Pengertian perlindungan dalam ilmu hukum adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan sanksi dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atas pemeriksaan di sidang pengadilan.Perlindugan hukum adalah segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum sebagai segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warganya agar hak-haknya sebagai seorang warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah “zoon politicon”, makhluk social atau makhluk bermasyarakat, oleh karena tiap anggota masyarakat mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain. Sebagai makhluk sosial maka sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtsbetrekkingen).Tiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu masingmasing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk mengurangi ketegangan dan konflik maka tampil hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik, yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.Dengan kata lain perlindungan hokum sebagai suatu gambaran dari fungsi hokum. Yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.Sedangkan perlindungan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2002 adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.b. Penegakan HukumPenegakan hukum adalah proses dilaksanakannya upaya untuk memfungsikan norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam bermasyarakat dan bernegara. Penegakan Hukum (Law Nforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (Alternative Desputes or Conflicts Resolution).Bahkan, dalam pengertian yang lebih luas lagi, kegiatan penegakan hukum mencakup pula segala aktifitas yang dimaksudkan agar hukum sebagai perangkat kaidah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana mestinya. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat atau pengacara, dan badan-badan peradilan.Karena itu, dalam arti sempit aktor-aktor utama yang peranannya sangat menonjol dalam proses penegakan hukum itu adalah polisi, jaksa, pengacara dan hakim. Para penegak hukum ini dapat dilihat pertama tama sebagai orang atau unsur manusia dengan kualitas, kualifikasi, dan kultur kerjanya masing-masing. Dalam pengertian demikian persoalan penegakan hukum tergantung aktor, pelaku, pejabat atau aparat penegak hukum itu sendiri. Kedua, penegak hukum dapat pula dilihat sebagai institusi, badan atau organisasi dengan kualitas birokrasinya sendiri-sendiri.Dalam kaitan itu kita melihat penegakan hukum dari kacamata kelembagaan yang pada kenyataannya, belum terinstitusionalisasikan secara rasional dan impersonal (Institutionalized). Namun, kedua perspektif tersebut perlu dipahami secara komprehensif dengan melihat pula keterkaitannya satu sama lain serta keterkaitannya dengan berbagai faktor dan elemen yang terkait dengan hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang rasional. Profesi hukum perlu ditata kembali dan ditingkatkan mutu dan kesejahteraannya. Para profesional hukum itu antara lain meliputi :a. Legislator (Politisi)b. Perancang hukum (Legal drafter)c. Konsultan hukumd. Advokate. Notarisf. Pejabat pembuat akta tanahg. Polisih. Jaksai. Paniteraj. Hakimk. Arbiter atau wasitUntuk meningkatkan kualitas profesionalisme masing-masing profesi tersebut, diperlukan system sertifikasi nasional dan standarisasi, termasuk berkenaan dengan system kesejahteraannya. Disamping itu juga diperlukan program pendidikan dan pelatihan terpadu yang dapat terus menerus membina sikap mental, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan professional aparat hukum tersebut.Agenda pengembangan kualitas professional dikalangan profesi hukum ini perlu dipisahkan dari program pembinaan pegawai administrasi di lingkungan lembaga-lembaga hukum tersebut, seperti di pengadilan ataupun di lembaga perwakilan rakyat. Dengan demikian, orientasi peningkatan mutu aparat hukum ini dapat benar-benar dikembangkan secara terarah dan berkesinambungan. Di samping itu, pembinaan kualitas profesional aparat hukum ini dapat pula dilakukan melalui peningkatan keberdayaan organisasi profesinya masing-masing, seperti Ikatan Hakim Indonesia, Ikatan Notaris Indonesia, dan sebagainya.Dengan demikian, kualitas hakim dapat ditingkatkan melalui peranan Mahkamah Agung disatu pihak dan melalui peranan Ikatan Hakim Indonesia dilain pihak. Disamping itu, agenda penegakan hukum juga memerlukan kepemimpinan dalam semua tingkatan yang memenuhi dua syarat. Pertama, kepemimpinan diharapkan dapat menjadi penggerak yang efektif untuk tindakan-tindakan penegakan hukum yang pasti. Kedua, kepemimpinan tersebut diharapkan dapat menjadi teladan bagi lingkungan yang dipimpinnya masing-masing mengenai integritas kepribadian orang yang taat aturan.Salah satu aspek penting dalam rangka penegakan hukum adalah proses pembudayaan, pemasyarakatan, dan pendidikan hukum (Law Socialization and Law Education). Tanpa didukung oleh kesadaran, pengetahuan dan pemahaman oleh para subjek hukum dalam masyarakat, tidak mungkin suatu norma hukum dapat diharapkan tegak dan ditaati. Karena itu, agenda pembudayaan, pemasyarakatan dan pendidikan hukum ini perlu dikembangkan tersendiri dalam rangka perwujudan ide negara hukum di masa depan. Beberapa factor yang terkait dengan soal ini adalah:a. Pembangunan dan pengelolaan sistem dan infrastruktur informasi hukum yang berbasis teknologi informasi (Information Ttechnology)b. Peningkatan upaya publikasi, komunikasi dan sosialisasi hukumc. Pengembangan pendidikan dan pelatihan hukum, dand. Pemasyarakatan citra dan keteladanan-keteladanan dibidang hukum. Dalam rangka komunikasi hukum, perlu dipikirkan kembali kebutuhan adanya media digital dan elektronika, baik radio, televisi maupun jaringan internet dan media lainnya yang dimiliki dan dikelola khusus oleh pemerintah. Mengenai televisi dan radio dapat dikatakan bahwa televisi dan radio swasta sudah sangat banyak dan karena itu, kemungkinan terjadinya dominasi arus informasi sepihak dari pemerintah seperti terjadi selama masa Orde Baru tidak mungkin lagi terjadi. Karena itu, sumber informasi dari masyarakat dan dari pemodal sudah tersedia sangat banyak dan beragam.Namun, arus informasi dari pemerintah kepada masyarakat, khususnya berkenaan dengan pendidikan dan pemasyarakatan hukum terasa sangat kurang. Untuk itu, pembangunan media khusus tersebut dirasakan sangat diperlukan. Kebijakan semacam ini perlu dipertimbangkan termasuk mengenai kemungkinan memperkuat kedudukan TVRI dan RRI sebagai media pendidikan hukum seperti yang dimaksud.Masalah penegakan hukum di Indonesia saat ini runcing kebawah tumpul ke atas Komitmen Indonesia sebagai negara hukum pun selalu dan hanya dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen. Dimanapun juga, sebuah Negara menginginkan Negaranya memiliki penegak- penegak hukum dan hukum yang adil dan tegas dan bukan tebang pilih. Tidak ada sebuah sabotase, diskriminasi dan pengistimewaan dalam menangani setiap kasus hukum baik pidana maupun perdata. Seperi istilah di atas, ‘Runcing Kebawah Tumpul Keatas’ itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakkan hukum di Indonesia.Saya yakin pasti seluruh masyarakat Indonesia juga melihat kenyataanya. Kondisi Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakkan hukum , kesadaran hukum , kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli, yang menang mereka yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas belaka tetapi tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan .Hukum yang seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum yang morat-marit dan carut marut. Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia hukum di peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini. Berbeda halnya dengan kasus-kasus yang hukum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekusaan, jabatan dan nama.Proses hukum yang dijalankan begitu berbelit-belit dan terkesan menunda-nuda. Seakan-akan masyarakat selalu disuguhkan sandiwara dari tokoh-tokoh Negara tersebut. Kondisi yang demikian atau katakanlah kualitas dari penegakan hukum (law enforcement) yang buruk seperti itu akan sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kekuatan demokrasi Indonesia. Mental rusak para penegak hukum yang memperjualbelikan hukum sama artinya dengan mencederai keadilan.Merusak keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan tindakan gegabah melawan kehendak rakyat. Pada kondisi tertentu, ketika keadilan terus menerus dihindari bukan tidak mungkin pertahanan dan keamanan bangsa menjadi taruhannya. Ketidakadilan akan memicu berbagai tindakan alami berupa perlawanan-perlawanan yang dapat terwujud ke dalam berbagai aksi-aksi anarkis atau kekerasan yang kontra produktif terhadap pembangunan bangsa. Dengan kata lain, situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum menjadi salah satu titik problem yang harus segera ditangani dan negara harus sudah memiliki kertas biru atau blue print untuk dapat mewujudkan seperti apa yang dicita-citakan pendiri bangsa ini.Namun mental dan moral korup yang merusak serta sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap sistem hukum dan tujuan hukum dari pada bangsa Indonesia, yang memiliki tatanan hukum yang baik, sebagai gambaran bahwa penegakkan hukum merupakan karakter atau jati diri bangsa Indonesia sesuai apa yang terkandung dalam isi dari Pancasila dan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.Dengan situasi dan kondisi seperti sekarang ini norma dan kaidah yang telah bergerasar kepada rasa egoisme dan individual tanpa memikirkan orang lain, dari sinilah nilai ketidakadilan akan meningkatkan aksi anarkisme, dan kekerasan yang jelas-jelas tidak sejalan dengan karakter bangsa yang penuh memiliki asas musyawarah untuk mufakat seperti yang terkadung dan tersirat dalam isi Pancasila. Jika dikaji dan ditelaah secara mendalam, setidaknya terdapat tujuh faktor penghambat penegakan hukum di Indonesia, Ketujuh factor tersebut yaitu sebagai berikut:a. Lemahnya Political will dan Political action para pemimpin negara ini, untuk menjadi hukum sebagai panglima dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain, supremasi hukum masih sebatas retorika dan jargon politik yang didengung-dengungkan pada saatkampanyeb. Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini masih lebih merefleksikan kepentingan politik penguasa ketimbang kepentingan rakyat.c. Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat) dalam menegakkan hukum.d. Minimnya sarana dan prasana serta fasilitas yang mendukung kelancaran proses penegakan hukum.e. Tingkat kesadaran dan budaya hukum masyarakat yang masih rendah serta kurang respek terhadap hukum.f. Paradigma penegakan hukum masih positivis-legalistis yang lebih mengutamakan tercapainya keadilan formal (Formal justice) daripada keadilan substansial (Substantial justice).g. Kebijakan (Policy) yang diambil oleh para pihak terkait (Stakeholders) dalam mengatasi persoalan penegakan hukum masih bersifat parsial, tambal sulam, tidak komprehensif dan tersistematis. Mencermati berbagai problem yang menghambat proses penegakan hukum sebagaimana diuraikan di atas. Langkah dan strategi yang sangat mendesak (urgent) untuk dilakukan saat ini sebagai solusi terhadap persoalan tersebut ialah melakukan pembenahan dan penataan terhadap sistem hukum yang ada. Sebagai masyarakat Indonesia, negeri ini sangat butuh penegakkan hokum yang adil dan tegas. Tidak ada diskriminasi dalam penegakkanya, masyarakat Indonesia begitu haus dengan penegakkan hukum yang adil. seperti pepatah mengatakan dalam melakukan penegakkan hukum " Menegakkan Benang Basah " oleh karena itu agar seluruh anak bangsa Indonesia melakukan perubahan ( reform ) dalam melakukan perbuatan hukum yang dicita citakan dan jangan ada lagi rasa individualisme, egoisme yang harus dijalankan oleh masyarakat. Indonesia adalah suatu kebersamaan melawan kejahatan yang dapat menghancurkan sendi sendi kehidupan social. Hal inilah yang merupakan tugas pemerintah agar tidak terjadi perpecahan di negeri ini mengingat dimana mana terjadi konflik masyarakat karena ketidakadilan seperti halnya kasus di Papua, Bima, Lampung dan banyak lagi tempat di Indonesia ini yang dapat memicu konflik nasional dan hal ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah sebagai regulator namun merupakan tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia serta lembaga lembaga sosial. Dalam praktiknya antara Politik dan Hukum memang sulit dipisahkan, karena setiap suatu rezim yang sedang berkuasa disetiap negara punya “politik hukum” sendiri dalam melaksana konsep tujuan pemerintahannya khususnya yang berhubungan dengan pembangunan dan kebijakan-kebijakan politiknya baik di dalam negeri maupun di luar negeri.Maka jangan heran jika di negeri ini begitu terjadi pergantian Pemerintahan yang diikuti adanya pergantian para menteri. Maka aturan dan kebijakan yang dijalankannya juga ikut berganti, dan setiap kebijakan politik harus memerlukan dukungan berupa payung hukum yang merupakan politik hukum dari kekuasaan rezim yang sedang berkuasa agar rezim tersebut memiliki landasan yang sah dari konsep dan strategi politik pembangunan yang dijalankannya. Strategi politik dalam memperjuangkan politik hukum tersebut harus dijalankan dengan mengindahkan etika dan moral politik. Adapun “Etika Politik” harus dipahami dalam konteks “etika dan moral secara umum”. Bicara tentang “etika dan moral” setidaknya terdiri dari tiga hal, yaitu:a. Etika dan moral Individual yang lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Salah satu prinsip yang secara khusus relevan dalam etika individual ini adalah prinsip integrasi pribadi, yang berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga dan mempertahankan nama baiknya sebagai pribadi yang bermoral.b. Etika moral sosial yang mengacu pada kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya. Tentu saja sebagaimana hakikat manusia yang bersifat ganda, yaitu sebagai makhluk individual dan sosial.c. Etika Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan hubungan antara manusia baik sebagai makhluk individu maupun sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas.Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Hukum yang keberadaannya merupakan produk dari “keputusan politik” dari politik hukum sebuah rezim yang sedang berkuasa, sehingga tidak bisa dihindarkan dalam proses penegakan hukum secara implisit ‘campur tangan rezim yang berkuasa’ pasti ada. Apalagi system Pemerintahan Indonesia dalam konteks “Trias Politica” penerapannya tidaklah murni, dimana antara Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif keberadaannya tidak berdiri sendiri. Indonesia menjalankan konsep trias politica dalam bentuk ‘sparation of powers’ (pemisahan kekuasaan) bukan ‘division of power’ (pembagian kekuasaan). Dimana tanpak di dalam proses pembuatan undang-undang peran pemerintah begitu dominan menentukan diberlakukannya hukum dan Undang Undang dinegri ini.Kenyataan ini sebenarnya dapat menimbulkan ketidak puasan rakyat dalam proses penegakan hukum di Indonesia apa lagi di sisi lain para politikus di negeri ini kurang memahami dan menghormati “etika politik” saat mereka menjalankan proses demokrasi yang selalu cenderung melanggar hukum dan aturan main yang mereka sepakati sendiri, sehingga tidak berlebihan banyak yang mempertanyakan moral politik dari para politikus bangsa ini.Ekses dari ketidakpuasan rakyat di dalam praktik demokrasi dan penegakan hukum yang terjadi selama ini telah memunculkan fenomena distrust dan disintegrasibangsa yang pada gilirannya mengancam keutuhan NKRI. Tidaklah heran sejak tahun 2001, MPR-RI mengeluarkan Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Dimana lahirnya TAP ini, dipengaruhi oleh lemahnya pemahaman terhadap etika berbangsa, bernegara, dan beragama.Munculnya kekahwatiran para wakil rakyat di MPR tersebut terungkap sejak terjadinya krisis multidimensi yang memunculkan ancaman yang serius terhadap persatuan bangsa, dan terjadinya kemunduran pelaksanaan etika kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan Yang berlaku dinegri ini.Jadi etika politik pada gilirannya punya kontribusi yang kuat bagi baik tidaknya proses penegakan hukum di negeri ini, apalagi moral para penegak hukum yang sudah terlanjur bobrok, maka tidak dapat dipungkiri lengkaplah sudah runyamnya penegakan hukum di negeri tercinta Indonesia.Maka sebelum terlanjur parah dan tidak tertolong lagi, mau tidak mau kita semua harus segera membangun moral bangsa ini, beri rakyat contoh dan suri teladan yang baik dari para Penguasa, para Politikus, para Tokoh masyarakat dan Agama, bangun system pendidikan dengan mengedepankan pendidikan akhlak dan kepribadian jadi hal yang juga turut menentukan lulus tidaknya para Siswa dan Mahasiswa, tanpa budaya etika dan moral yang dimiliki generasi penerus pada gilirannya Indonesia pasti akan hancur sebagai negara yang berdaulat dan bermartabat, bahkan rakyat akan merasakan nasibnya akan jauh lebih buruk daripada saat-saat rakyat Indonesia dijajah oleh Belanda dahulu.2.3 MEMBUDAYANYA KESENJANGAN HUKUMHAM. Ya, sebuah hak yang dimiliki oleh semua manusia sejak lahir dan bersifat internasional. Namun, pada kenyataannya masih sering terjadi pelanggaran HAM walaupun sudah ada banyak payung hukum untuk HAM. Menurut saya pelanggaran HAM yang paling sering terjadi adalah Kesenjangan hukum. Dalam UUD 1945 sudah dijelaskan pada Pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Walaupun sudah tertera jelas hukum tentang perlakuan sama dihadapan hukum, namun banyak sekali kasus kesenjangan hukum terjadi di Indonesia. Biasanya orang yang memiliki status sosial rendah mendapat diskriminasi di hadapan hukum. Mereka lebih dirugikan hukumannya walaupun sebenarnya pelanggarannya hanyalah sepele.Contohnya adalah kasus korupsi. Seorang pemuda yang hanya mendapat upah 2 juta rupiah dari hasil korupsi divonis 4 tahun penjara, sementara hukuman untuk koruptor kelas wahid seperti kasus korupsi Ratu Atut yang mencapai milyaran rupiah hanya di hukum 4 tahun penjara. Dari contoh tersebut, sudah sangat jelas bahwa perlakuan sama di hadapan hukum di Indonesia belum terlaksana dengan baik. Dengan adanya payung hukum yang dituangkan dalam UUD 1945 pasal 28D ayat 1 tersebut, diharapkan benar-benar dapat menjadi payung hukum dan dapat mengurangi bahkan menghapuskan kasus tentang kesenjangan dihadapan hukum karena perlakuan adil dan perlakuan sama dalam hukum merupakan hal yang sangat penting dan harus ditegakkan agar keadilan hukum dapat terlaksana.Dan juga, undang undang tersebut menjadi sangat penting jika dapat dilaksanakan dengan baik. Karena dengan adanya undang undang tersebut dapat mencegah terjadinya penyelewengan oleh aparat hukum dan kesenjangan di hadapan hukum dapat dihindari. Oleh karena itu diharapkan undang undang tersebut harus benar benar bersifat mengikat. Karena perlindungan HAM tentang perlakuan sama dihadapan hukum harus tercapai. Maka dari itu, kita harus memiliki solusi untuk mengatasi pelanggaran atau kesenjangan hukum yang terjadi di Indonesia. Hal yang perlu ditangani secara mendalam adalah masalah mengenai Institusi hukum dan penegakan hukum.Menurut saya institusi hukum di Indonesia rentan akan kasus suap menyuap ataupun korupsi. Hal yang paling tepat untuk mengatasinya yaitu dengan : pembuatan sistem, birokrasi, dan hukum yang antikorupsi dan antikolusi, misalnya membuat undang undang tentang larangan memberikan gratifikasi untuk pejabat ataupun hakim. Lalu penegakan hukum harus tegas dan tanpa pandang bulu.Penegakan hukum di Indonesia masih belum maksimal.Maka dari itu, solusi untuk mengatasinya yaitu dengan membiasakan kesadaran kolektif fam kontrol publik. Maksudnya adalah seluruh elemen masyarakat harus memiliki kesadaran untuk memberantas kesenjangan hukum. Dan juga masyarakat harus aktif dalam mengawasi para penegak hukum, seperti hakim, jaksa, polisi, dan lain lain agar para penegak hukum tidak melakukan penyelewengan.Dalam hal ini, peran media dan pers sangat penting, tanpa harus tercemar dan terkotori oleh manipulasi politik. Penegakan hukum yang bertanggungjawab (Akuntabel) dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, bangsa dan negara yang berkaitan terhadap adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku, juga berkaitan dengan kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat.Proses penegakan hukum memang tidak dapat dipisahkan dengan sistem hukum itu sendiri. Sedang sistem hukum dapat diartikan merupakan bagian-bagian proses / tahapan yang saling bergantung yang harus dijalankan serta dipatuhi oleh Penegak Hukum dan Masyarakat yang menuju pada tegaknya hukum.Sudah menjadi rahasia umum bahwa penegakan hukum di Indonesia sangat memprihatinkan, di samping itu anehnya masyarakatpun tidak pernah jera untuk terus melanggar hukum, sehingga masyarakat sudah sangat terlatih bagaimana mengatasinya jika terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukannya, apakah itu bentuk pelanggaran lalu-lintas, atau melakukan delik-delik umum, atau melakukan tindak pidana korupsi, tidak menjadi masalah. Sebagian besar masyarakat kita telah terlatih benar bagaimana mempengaruhi proses hukum yang berjalan agar ia dapat terlepas dari jerat hukumannya. Kenyataan ini merupakan salah satu indikator buruknya law enforcement di negeri ini.Sekalipun tidak komprehensif perlu ada angkah-langkah untuk membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel, antara lain :1). Perlunya penyempurnaan atau memperbaharui serta melengkapi perangkat hukum dan perundang-undangan yang ada, sebagai contoh, perlunya ditindaklanjuti dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dari UU No.4 tahun 2004 terutama yang mengatur tentang pemberian sanksi pidana bagi pelanggar KUHAP, khususnya bagi mereka, yang ditangkap, ditahan,dituntut, atau diadili tanpa berdasarkan hukum yang jelas, atau karena kekeliruan orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana telah ditegaskan dalam pasal 9 ayat (2) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.2) Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Penegak Hukum baik dari segi moralitas dan intelektualitasnya, karena tidak sedikit Penegak Hukum yang ada saat ini, tidak paham betul idealisme hukum yang sedang ditegakkannya.3). Dibentuknya suatu lembaga yang independen oleh Pemerintah dimana para anggotanya terdiri dari unsur-unsur masyarakat luas yang cerdas (non Hakim aktif, Jaksa aktif dan Polisi aktif) yang bertujuan mengawasi proses penegakan hukum ( Law enforcemen ) dimana lembaga tersebut nantinya berwenang merekomendasikan agar diberikannya sanksi bagi para penegak hukum yang melanggar moralitas hukum dan / atau melanggar proses penegakan hukum [ vide : pasal 9 ayat (1) dan (2) UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman , Jo. pasal 17 Jo psl. 3 ayat (2 ) dan (3) Jo. Psl.18 ayat (1) dan (4) UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) ].4) Perlu dilakukannya standarisasi dan pemberian tambahan kesejahteraan yang memadai khususnya bagi Penegak Hukum yang digaji yaitu : Hakim, Jaksa dan Polisi ( Non Advokat ) agar profesionalisme mereka sebagai bagian terbesar penegak hukum di Indonesia dalam kerjanya lebih fokus menegakkan hukum sesuai dari tujuan hukum itu sendiri.5) Dilakukannya sosialisasi hukum dan perundang-undangan secara intensif kepada masyarakat luas sebagai konsekuensi asas hukum yang mengatakan bahwa ; “ setiap masyarakat dianggap tahu hukum ”, sekalipun produk hukum tersebut baru saja disahkan dan diundangkan serta diumumkan dalam Berita Negara. Disini peran Lembaga Bantuan Hukum atau LBH-LBH dan LSM-LSM atau lembaga yang sejenis sangat diperlukan terutama dalam melakukan “advokasi” agar hukum dan peraturan perundang-undangan dapat benar-benar disosialisasikan dan dipatuhi oleh semua komponen yang ada di negeri ini demi tercapainya tujuan hukum itu sendiri.6). Membangun tekad (komitmen) bersama dari para penegak hukum yang konsisten. Komitmen ini diharapkan dapat lahir terutama yang dimulai dan diprakarsai oleh “Catur Wangsa” atau 4 unsur Penegak Hukum, yaitu : Hakim, Advokat, Jaksa dan Polisi, kemudian komitmen tersebut dapat dicontoh dan diikuti pula oleh seluruh lapisan masyarakat.Namun usul langkah-langkah diatas untuk membangun sistem penegakan hukum yang akuntabel tentu tidak dapat berjalan mulus tanpa ada dukungan penuh dari pemerintahan yang bersih (Clean government), karena penegakan hukum (Law enforcement) adalah bagian dari sistem hukum pemerintahan. Pemerintahan negara (Lapuissance de executrice) harus menjamin kemandirian institusi penegak hukum yang dibawahinya dalam hal ini institusi “Kejaksaan” dan “Kepolisian” karena sesungguhnya terjaminnya institusi penegakan hukum merupakan platform dari politik hukum pemerintah yang berupaya mengkondisi tata-prilaku masyarakat indonesia yang sadar dan patuh pada hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Penegakan hukum yang akuntabel merupakan dasar dan bukti bahwa Indonesia benar-benar sebagai Negara Hukum (Rechtsstaat). Di samping itu rakyat harus diberitahu kriteria / ukuran yang dijadikan dasar untuk menilai suatu penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik guna menciptakan budaya kontrol dari masyarakat, tanpa itu penegakan hukum yang baik di Indonesia hanya ada di Republik Mimpi.2.4 PENDAPAT PARA PAKARFilsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela”.Filsuf Plato bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat (laws are spider webs, they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful).Menurut J.C.T. Simorangkir, SH & Woerjono Sastroparnoto, menyatakan bahwa “hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa dan menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib dimana pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tersebut akan mengakibatkan hukuman yang tertentu”.Menurut Utrecht “Hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan”Austin juga berpendapat “Hukum adalah tiap-tiapundang-undang positif yang ditentukan secara langsung atau tidak langsung oleh seorangpribadi atau sekelompok orang yang berwibawa bagi seorang anggota atau anggotaanggotasuatu masyarakat politik yang berdaulat, dimana yang membentuk hukum adalahyang tertinggi” 2.5 CONTOH KASUS DAN ANALISISPutri anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) Layari Sinukaban, Hagania Sinukaban bisa bernafas lega karena hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan hanya memberikan vonis ringan terhadap dirinya dalam perkara kecelakaan maut yang merenggut satu korban jiwa. Diketahui, Hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai SB Hutagalung cuma menjatuhkan vonis hukuman enam bulan kurungan dan satu tahun masa percobaan, serta denda Rp1 juta dan subsidair dua bulan penjara kepada Hagania pada sidang pembacaan vonis, Senin (14/7/2014).Hal itu menjadi putusan hakim dengan adanya surat perdamaian antara korban dengan terdakwa yang dilampirkan oleh Jaksa Penuntut Umum Runggu Sitepu. Usai mendengarkan vonis tersebut Hagania Sinukaban, langsung berlalu meninggalkan ruang sidang, begitu juga JPU Runggu Sitepu, yang juga menjabat sebagai Asisten Pengawasan di Kejati Sumut. Vonis ini sendiri sesuai dengan tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum atas kelalaian Hagnia Sinukaban sebagai terdakwa yang menyebabkan tabrakan beruntun pada, Selasa 29 April dini hari lalu di persimpangan Jalan Iskandar Muda, Medan.Saat itu terdakwa mengendarai mobil sedan jenis Mercy C-200 plat nomor BK 1 NC. Hagania menghantam lima kendaraan, diantaranya satu angkutan umum, dua becak bermotor dan dua pengendara sepeda motor. Akibat peristiwa tersebut, Sumarja pria berusia 38 tahun, warga Jalan Kelambir V, Helvetia, Deliserdang, meninggal dunia. Sementara itu, ada pula korban luka yaitu Herman Saragih pria 53 tahun, pengendara becak motor yang merupakan warga Jalan Pelajar Gang Keluarga Medan, Lukas Samosir yang berusia 23 tahun, pengendara becak bermotor warga Jalan Pasar III Darussalam dan Sumiarni wanita berusia 23 tahun, warga Jalan Medan-Binjai.Dalam persidangan sebelumnya, Hagania Sinukaban yang merupakan putri dari Layari Sinukaban yang merupakan anggota DPRD Sumatra Utara (Sumut) mengaku bahwa dia mengemudikan kendaraan roda empatnya itu dengan kecepatan 90 km/jam sambil menelefon. "Waktu itu saya buru-buru Pak, dari tempat teman. Lalu saya ditelefon mama disuruh cetat pulang. Saya mengemudikan mobil sambil menelefon, di situlah saya tidak bisa menghindarkannya lagi ," kata terdakwa.Dilihat dari kasus tersebut sangat terlihat sekali penyelewengan penegakan hukumnya. Dalam kasus tersebut terliat bahwa Jaksa Penuntut Umum Rungu Sitepu yang juga menjabat sebagai asisten pengawasan di KEJATI Sumatra Utara, memihak kepada tewdakwa saudari Hagnia Sinukaban putri dari anggota DPRD Sumatra Utara (Sumut). Dengan embel-embel surat perdamaian antara korban dengan terdakwa yang dilampirkan oleh Jaksa Penuntut Umum Rungu Sitepu, sehingga Hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai SB Hutagalung cuma menjatuhkan vonis hukuman enam bulan kurungan dan satu tahun masa percobaan, serta denda Rp1 juta dan subsidair dua bulan penjara kepada Hagania pada sidang pembacaan vonisCONTOH KASUS DAN ANALISISIndonesia adalah negara yang berdasarkan kepada hukum (rechtaat), hukum harus dijadikan panglima dalam menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat, sehingga tujuan hakiki dari hukum bisa tercapai seperti keadilan, kepastian dan ketertiban. Secara normatif hukum mempunyai cita-cita indah namun didalam implentasinya hukum selalu menjadi mimpi buruk dan bahkan bencana bagi masyarakat. Ketidaksinkronan antara hukum di dalam teori (law in a book) dan hukum dilapangan (law in action) menjadi sebuah perdebatan yang tidak kunjung hentinya. Terkadang untuk menegakkan sebuah keadilan menurut hukum harus melalui proses-proses hukum yang tidak adil.Sebagain besar hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum bekas jajahan Belanda, banyak kaedah-kaedah dalam hukum tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada di tengah-tengah masyarakat dan tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan. Hukum kolonial yang masih berlaku di Indonesia menganut ajaran Positivisme. Hukum menurut aliran ini adalah apa yang menurut undang-undang, bukan apa yang seharusnya. Ada sebuah kasus hukum yang sangat menarik untuk ditelaah, yakni seorang nenek berumur 55 Tahun yang bernama Minah diganjar 1 bulan 15 hari penjara karena menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT. Rumpun Sari Antan (RSA) adalah hal yang biasa saja. Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah,Pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam kakao. Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan diletakkan begitu saja di bawah pohon kakao. Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri. Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja.Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto. Majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.Kasus nenek Minah menurut aliran positivis adalah sebuah perbuatan yang harus dihukum, tanpa menghiraukan besar kecil yang dicurinya. Penegakan hukum terhadap nenek Minah harus dilepaskan dari unsur-unsur sosial serta moralitas, karena menurut kaca mata aliran ini tujuan hukum adalah kepastian, tanpa adanya kepastian hukum tujuan hukum tidak akan tercapai walaupun harus mengenyampingkan rasa keadilan.Menurut Austin, hukum terlepas dari soal keadilan dan terlepas dari soal baik dan buruk. Karena itu, ilmu hukum tugasnya hanyalah menganalisis unsur-unsur yang secara nyata ada dalam sistem hukum modern. Ilmu hukum hanya berurusan dengan hukum positif, yaitu hukum yang diterima tanpa memperhatikan kebaikan atau keburukannya. Hukum adalah perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dalam suatu negara.Seorang pengikut Positivisme, Hart mengemukakan berbagai arti dari positivisme tersebut sebagai berikut:1. hukum adalah perintah2. Analisis terhadap konsep-konsep hukum berbeda dengan studi sosiologis, histories dan penilaian kritis.3. keputusan-keputusan dideduksi secara logis dari peraturan-peraturan yang sudah ada lebih dahulu, tanpa perlu merujuk kepada tujuan-tujuan sosial, kebijaksanaan dan moralitas.4. Penghukuman secara moral tidak dapat ditegakkan dan dipertahankan oleh penalaran rasional, pembuktian atau pengujian5. Hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan, positum, harus senantiasa dipisahkan dari hukum yang seharusnya diciptakan, yang diinginkan.Aliran Positivisme hukum telah memperkuat pelajaran legisme, yaitu suatu pelajaran yang menyatakan tidak ada hukum di luar undang-undang. Undang-undang menjadi sumber hukum satu-satunya undang-undang dan hukum diidentikkan. Hukum Pidana di Indonesia masih menganut aliran Positivisme, hal ini secara eksplisit tertuang didalam pasal 1 ayat (1) KUHP, bahwa tidak dapat di pidana seseorang sebelum ada undang-undang yang mengaturnya, ini disebut dengan azas legalitas. Dari pernyataan diatas maka pada pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menentukan bahwa, dapat dipidana atau tidaknya suatu perbuatan tergantung pada undang-undang yang mengaturnya. Jadi perbuatan pidana yang dapat dipertanggung jawabkan ialah yang tertuang didalam hukum positif, selama perbuatan pidana tidak diatur didalam didalam hukum positif, maka perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana dan tidak bisa diminta pertanggung jawaban hukumnya menurut hukum pidana.Ketika nenek Minah kedapatan mengambil 3 buah kakao, yang secara ekonomi nilainya tidak seberapa, nenek Minah harus berurusan dengan hukum, karena perbuatan yang dilakukan nenek Minah menurut hukum Pidana termasuk kepada perbuatan pidana yakni tindak pidana pencurian. Menurut Aliran Positivisme bagaimana pun hukum harus ditegakkan tanpa melihat baik atau buruknya serta adil atau tidak adilnya. Hukum harus dilepaskan dari unsur-unsur sosial, karena tujuan dari aliran ini adalah kepastian hukum.Menurut paham positivisme, setiap norma hukum harus eksis dalam alamnya yang obyektif sebagai norma-norma yang positif, serta ditegaskan dalam wujud kesepakatan kontraktual yang konkret antara warga masyarakat atau wakil-wakilnya. Disini hukum bukan lagi dikonsepsikan sebagai asas-asas moral metayuridis yang abstrak tentang hakikat keadilan, melainkan ius yang telah mengalami positivisasi sebagai lege atau lex, guna menjamin kepastian mengenai apa yang terbilang hukum, dan apa pula yang sekalipun normative harus dinyatakan sebagai hal-hal yang bukan terbilang hukum. Dalam menjawab persoalan itu, sebagai negara yang menganut aliran positivisme, mau tidak mau cara berpikir aliran positivisme itulah yang harus diterapkan. Inilah yang disebut dengan tertib berpikir. Dengan kata lain, terlepas dari serba keburukan-keburukan yang melekat pada aliran hukum positivisme ini, cara memandang persoalannya harus dengan kacamata positivisme. Bukan dengan dasar filosofis lainnya. Karena melihat persoalan hukum ini melalui kacamata positivisme, maka harus melihat kembali fakta-fakta substansi hukum Pidana Indonesia dalam menjawab persoalan ini, sebagai negara yang menganut aliran positivisme, mau tidak mau cara berpikir aliran positivisme itulah yang harus diterapkan.Inilah yang disebut dengan tertib berpikir, sehingga hukum Pidana terlepas dari Inskonsistensi hukum. Dengan kata lain, terlepas dari serba keburukan-keburukan yang melekat pada aliran hukum positivisme ini, cara memandang persoalannya harus dengan kacamata positivism, bukan dengan dasar filosofis lainnya. Menurut Hans Kelsen, aliran positivisme hukum tidak mempersoalkan keadilan, karena hal tersebut bukan konsen dari hukum. Masalah penegakan hukum di Indonesia harus segera ditangani agar bangsa Indonesia menuju bangsa yang adil, tidak ada ketimpangan hukum. Masalah penegakan hukum harus ditangangi oleh seluruh Warga Negara Indonesia, pejabat hukum harus bisa menangani kasus hukum tanpa pandang bulu. Selain perbaikan kinerja aparat, materi hukum sendiri juga harus terus menerus diperbaiki membuat undang-undang hukum yang jelas dan tidak bisa disuap oleh uang ataupun materi lainnya, kemudian masyarakat juga harus tertib hukum. Semua dijalankan berdasarkan hati nurani masing-masing, iman dan ketaqwaan sangat diperlukan.Intinya hukum dan keadilan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kasus nenek Minah merupakan gambaran nyata bahwasanya dunia hukum di Indonesia masih jauh dari nilai-nilai keadilan. Sebagian besar hukum yang berlaku di Indonesia masih menganut aliran Positivisme, tujuan dari aliran ini ialah kepastian hukum. Hukum adalah yang terdapat didalam Undang-undang, sedangkan diluar itu bukanlah hukum. Hukum harus ditegakkan tanpa melihat unsur-unsur sosiologis, etis maupun politis. Sehingga nenek Minah yang lemah dan tak berdaya didepan hukum harus tetap menjalani proses hukum, karena walaupun hukum kejam hukum tetap harus ditegakkan. Sedangkan disisi lain, dengan adanya kasus nenek Minah ini, hukum di Indonesia tidak lagi menggambarkan nilai-nilai keadilan ditengah-tengah masyarakat.Contoh lainnyanya saja kasus Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak Golongan III menjadi miliyader dadakan yang diperkirakan korupsi sebesar 28 miliar, tetapi hanya dikenai 6 tahun penjara, kasus Bank Century dan masih banyak lagi, hampir semua kasus diatas prosesnya sampai saat ini belum mencapai keputusan yang jelas. Padahal semua kasus tersebut begitu merugikan Negara dan masyarakat kita. Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti anak dibawah umur saudara Hamdani yang mencuri sandal jepit bolong milik perusahaan ditempat ia bekerja di Tangerang, Aguswandi Tanjung yang menumpang mengisi batrai handphone disebuah rumah susun di Jakarta, serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua biji semangka langsung ditangkap dan dihukum sebesart beratnya. Tapi koruptor yang melakukan korupsi dapat bebas berkeliaran.BAB IIIPENUTUP3.1 KESIMPULANBanyak sekali kejadian yang menggambarkan penyelewengan penegakan hukum di Indonesia, mulai dari tindak pidana yang diberikan oleh maling sandal hingga maling uang rakyat. Sebenarnya permasalahan hukum di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum. Diantara banyaknya permasalahan tersebut, satu hal yang sering dilihat dan dirasakan oleh masyarakat awam adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum oleh aparat. Inkonsistensi penegakan hukum ini sering pula kita temui dalam media elektronik maupun cetak, yang menyangkut tokoh-tokoh masyarakat, pejabat, orang kaya, dan sebagainya.Kita dapat mengambil beberapa contoh tentang salahnya penegakan hukum di Indonesia Saat seseorang mencuri sandal misalnya, seperti yang pernah diberitakan belum lama ini, ia disidang dan didenda hanya karena mencuri sandal seorang briptu yang harganya bisa dibilang murah, sedangkan para koruptor di Indonesia bisa dengan leluasa merajalela, menikmati tanpa dosa, karena mereka memandang rendah hukum yang ada di Indonesia. Karena kenyataannya memang lebih banyak benarnya, kita ambil contoh Arthalyta Suryani, dia menempati rutan dengan sarana eksklusif, bisa dikatakan eksklusif, sampai-sampai ada ruang untuk berkaraoke, ini juga bisa dijadikan sebagai pembelian hukum di Indonesia.Hukum di Negara kita ini dapat diselewengkan atau disuap dengan mudahnya, dengan inkonsistensi hukum di Indonesia, seperti pemberian hukuman kepada para pejabat Negara yang menyalahi aturan hukum, misalnya saat terkena tilang polisi lalu lintas, ada beberapa oknum polisi yang mau bahkan terkadang minta disuap agar kasus ini tidak diperpanjang, polisinya pun mendapatkan keuntungan materi dengan cepat namun salah tempat. Ini merupakan contoh-contoh dalam lingkungan terdekat kita. Masih banyak kasus-kasus yang dapat dijadikan contoh dari penyelewengan hukum di Indonesia. Penyelewengan atau inkonsistensi di Indonesia ini telah berlangsung sejak lama hingga sekarang, sehingga bagi masyarakat Indonesia ini merupakan rahasia umum, hukum yang dibuat berbeda dengan hukum yang dijalankan, contoh paling dekat dengan lingkungan adalah, penilangan penegemudi kendaraan yang melanggar tata tertib lalu lintas. Mereka yang melanggar tata tertib lalu lintas tidak jarang ingin berdamai di tempat atau menyelewengkan hukum, kemudian seharusnya aparat yang menegakkan hukum tersebut dapat menangi secara hukum yang berlaku di Indonesia, namun tudak jarang penegak hukum tersebut justru mengambil kesempatan yang tidak terpuji itu untuk menambah pundi-pundi uangnya.Jadi, penegakan hukum yang konsisten harus terus diupayakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia. Semua harus bekerja sama untuk membangun negara Indonesia yang adil. Untuk menegakan hukum di Indonesia, tidak bisa diserahkan hanya pada aparat penegak hukum yang ada, karena ini sudah menjadi warisan dari masa lalu yang membudaya. Maka dari itu reformasi hukum diperlukan, dimulai dari mereformasi aparat penegak hukum yang ada, membentuk lembaga hukum yang menjalankan hukum dengan baik, tanpa melibatkan pejabat yang ada saat ini benar-benar independent tidak ada kaitan dengan lembaga-lembaga saat ini, melindungi secara total orang-orang yang berani menindaklanjuti kasus penyelewengan hukum, dan memberikan sanksi yang sangat tegas bagi pelanggarnya tanpa pandang buluh, baik aparat, pejabat, orang kaya dan yang lainnya, agar penegakan hukum dinegara kita ini (Indonesia) menjadi benar-benar tegak. Tidak hanya runcing kebawah, tapi juga harus lebih runcing ke atas agar hukum di Indonesia ini dirasakan adil bagi semua kalangan masyarakat. Jika salah, harus dihukum sesuai hukum yang berlaku tanpa pengecualian apakah orang tersebut merupakan anak Presiden ataukan anak seorang buruh.

Tags

WhatsApp Google Map

Safety and Abuse Reporting

Thanks for being awesome!

We appreciate you contacting us. Our support will get back in touch with you soon!

Have a great day!

Are you sure you want to report abuse against this website?

Please note that your query will be processed only if we find it relevant. Rest all requests will be ignored. If you need help with the website, please login to your dashboard and connect to support